06 April 2009

Survey Dampak Program KB dan Manajemen Pengelolaan Program KB di Kota Bandung

Nunung Nurwati, Nugraha Setiawan, Yahya Asari
Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Padjadjaran

Hampir semua responden Pasangan Usia Subur baik suami maupun isteri dari keluarga PraKS berpendidikan SLTA ke bawah. Lebih dari setengah responden suami keluarga PraKS menikah di bawah usia 25 tahun. Demikian pula pada responden isteri keluarga Pra KS, umur pertama kali menikah masih banyak di bawah usia 20 tahun. Di pihak lain bagi anak sendiri para responden berharap umur pertama kali menikah adalah 20 tahun meskipun proporsinya kecil (di bawah 10%). Istri yang menikah lebih dari dua kali terjadi pada kelompok keluarga PraKS.
Banyaknya responden isteri keluarga PraKS yang menikah di bawah usia 20 tahun menghasilkan lebih banyak responden yang melahirkan anak pertama pada usia 15-19 tahun dibanding pada KS2 dan KS3+. Dalam hal pemberian ASI, pada umumnya lama menyusui pada semua tahapan keluarga adalah antara 19-24 bulan. Meskipun demikian pada kelompok PraKS dalam proporsi yang kecil (sekitar 10%) masih terdapat responden yang menyusui kurang dari 12 bulan.
Dengan kondisi Pra KS seperti tersebut, rata-rata jumlah anak yang pernah dilahirkan keluarga Pra KS menempati angka paling tinggi yaitu 2,37dibanding 2,04 pada keluarga KS2 dan 2,14 pada keluarga KS3+. Namun demikian pada semua kategori keluarga, ternyata masih ada keluarga yang menginginkan anak lebih dari tiga.
Pada semua tahapan keluarga dan pada semua tingkat pendidikan, isteri maupun suami, terdapat indikasi rata-rata jumlah anak (yang masih hidup) sesuai dengan sasaran KB yaitu antara 1 sampai 2 anak. Proporsi isteri maupun suami yang memiliki anak 1 sampai 2 semakin tinggi sejalan dengan semakin tinggi pendidikan responden. Di pihak lain yang anaknya 3 - 4 orang proporsinya semakin menurun dengan semakin tingginya tingkat pendidikan. Yang perlu mendapat perhatian adalah masih adanya responden yang memiliki anak 5 sampai 6 orang terutama pada keluarga Pra KS. Dikaitkan dengan keikutsertaan dalam KB, pada semua tahap keluarga responden yang ber KB memiliki anak 1 sampai 2 orang menempati proporsi yang terbesar. Mekipun demikian tidak sedikit juga yang memiliki anak lebih dari 3 orang.
Tulisan lengkap Download di: Pustaka Unpad (pdf)

15 Maret 2009

Penyusunan Model Koordinasi Perencanaan Pembangunan Kependudukan di Kota Bandung

Nunung Nurwati, Nugraha Setiawan, Yahya Asari

Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera telah disebutkan bahwa perkembangan kependudukan diarahkan kepada: (1) terkendalinya kuantitas, (2) berkembangnya kualalitas, dan (3) terarahnya mobilitas untuk terwujudnya penduduk sebagai potensi SDM menjadi kekuatan pembangunan, ketahanan nasional, memberi manfaat bagi penduduk dan mengangkat harkat dan martabat manusia. Penduduk merupakan modal dasar dalam pembangunan. Jumlah penduduk yang besar merupakan potensi pembangunan, yang berarti suatu daerah mempunyai sumber daya manusia yang cukup. Namun, jurnlah yang besar tanpa berkualitas, menjadi ancaman pembangunan. Oleh karena itu tingkat pertumbuhan penduduk yang pesat perlu dibarengi dengan upaya penanganan pengendalian dan peningkatan kualitasnya agar tidak menjadi beban bagi proses pembangunan yang akan dilaksanakan. Jumlah penduduk yang besar tentunya dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan. Sehingga saat ini masalah kependudukan merupakan isu penting yang perlu ditangani secara serius. Penanganan masalah kependudukan, terutama di kota-kota besar termasuk Kota Bandung, merupakan salah satu masalah yang cukup rumit dan kompleks.

Laporan lengkap: Download di Pustaka Unpad

14 Maret 2009

Satu Abad Transmigrasi Di Indonesia: Perjalanan Sejarah Pelaksanaan, 1905-2005

Nugraha Setiawan
Jurnal Historia, Vol.3, No.1, pp.13-35

Abstrak
Transmigrasi merupakan bentuk migrasi penduduk yang khas Indonesia. Selama satu abad pelaksanaannya (1905-2005), yang dimulai pada jaman pemerintahan kolonial Belanda dengan nama kolonisasi, hingga jaman reformasi saat ini, secara demografis belum bisa dikatakan berhasil. Selain tujuan demografis, pada setiap periode memiliki tujuan yang berbeda-beda, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Dalam tulisan ini dideskripsikan pelaksanaan transmigrasi pada periode pemerintahan kolonial Belanda yang terdiri atas masa percobaan, masa Lampongsche volksbank, dan masa depresi ekonomi dunia, kemudian pada jaman pendudukan tentara Jepang, serta jaman setelah kemerdekaan Indonesia yang terdiri atas masa orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
Kata kunci: transimgrasi, Indonesia, 1905-2005

Tulisan lengkap: Download di Pustaka Unpad (pdf)

12 Maret 2009

Perubahan Konsep Perkotaan di Indonesia dan Implikasinya Terhadap Analisis Urbanisasi

Nugraha Setiawan
Perbedaan dan perubahan konsep perkotaan, baik secara spasial maupun antar waktu sering menyulitkan dalam analisis urbanisasi. Kesulitan secara spasial terjadi jika pada tahun yang sama satu wilayah menggunakan konsep perkotaan yang berbeda dengan wilayah lainnya. Demikian pula jika satu wilayah menggunakan konsep perkotaan yang tidak sama pada waktu yang berbeda. Konsep perkotaan di Indonesia sejak sensus penduduk 1961-2000 telah berubah sebanyak empat kali, konsep yang sama hanya digunakan pada tahun 1980 dan 1990. Adanya perubahan tersebut tidak berimplikasi terhadap analisis urbanisasi secara spasial, sebab penerapan konsepnya berlaku secara nasional. Namun demikian, sangat berimplikasi terhadap analisis urbanisasi yang dilakukan antar waktu, sebagai dampak besarnya pengaruh reklasifikasi wilayah yang disebabkan oleh perubahan konsep perkotaan.

Tulisan lengkap: Download di Pustaka Unpad (pdf)